Kasus Aceh| Banda Aceh - Wakil Ketua Komisi I DPRA, Samsul Bahri Ben Amiren alias Tiyong, mengaku tak habis pikir dengan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh.
Menurutnya, KIP Aceh terlalu nekat melanggar aturan yang sudah dibuat tentang tahapan-tahapan Pilkada. Aturan dimaksud adalah Qanun Pilkada Nomor 7 Tahun 2024.
Anehnya lagi, KIP beralasan tidak tahu tentang qanun tersebut. Padahal sambung dia lagi, KIP merupakan pihak yang terlibat dalam pembahasan Qanun Pikada dimaksud.
"Kesal sekali saya. Semua masyarakat Aceh juga kesal dengan sikap KIP Aceh yang seperti itu," katanya.
"Kenapa mereka nekat sekali? Apa yang membuat mereka berani senekat dan sevulgar itu?" cecar Tiyong.
Seperti diketahui, pada Minggu (22/9/2024), KIP Aceh awalnya mengeluarkan keputusan TMS (tidak memenuhi syarat) kepada pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur Aceh, Bustami Hamzah-Fadhil Rahmi.
Alasannya, karena Om Bus dan Syech Fadhil tidak menandatangani dokumen kesepakatan menjalankan MoU Helsinki dan UUPA di depan lembaga DPRA.
Tak sampai sehari, tiba-tiba keluar surat dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat. Keputusan KIP seketika berubah dan menyatakan bahwa pasangan Om Bus-Syech Fadil telah memenuhi syarat.
Dalam konfrensi pers pada Minggu (22/9/2024) malam, Ketua KIP Aceh, Saifullah menjelaskan, dalam melaksanakan tahapan Pilkada, pihaknya mengacu pada Qanun Nomor 12 Tahun 2016.
Pihaknya baru menyadari adanya perubahan dalam ketentuan terbaru (Qanun Nomor 7 Tahun 2024) yang membolehkan surat pernyataan kesediaan menjalankan MoU Helsinki dan UUPA tanpa harus di depan DPRA.
Menurut Tiyong, penjelasan KIP Aceh itu benar-benar tak masuk akal. Menurutnya, penyataan Saiful Cs mengisyaratkan bahwa dia tidak mengetahui adanya Qanun Pilkada terbaru, yakni Qanun Nomor 7 Tahun 2024.
"Tidak ada alasan mereka tidak tahu. Saat penyusunan qanun itu, pihak-pihak terkait kita libatkan, terutama KIP Aceh,"
"Saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) mereka juga kita undang, karena mereka kan penyelenggara," pungkas Wakil Ketua Komisi I DPRA ini.
Apalagi, sambung Tiyong, pada tanggal 11 September 2024, Biro Hukum Pemerintah Aceh ada menyurati KIP Aceh, melaporkan bahwa Qanun Nomor 12 Tahun 2016 sudah diubah dengan Qanun Nomor 7 Tahun 2024.
"Ini yang perlu kita pertanyakan, kenapa KIP terlalu nekat melanggar aturan yang sudah dibuat," tegasnya.