Notification

×

Iklan

Iklan

Presma STAI Tgk Chik Pante Kulu: Jangan Jadikan Migas Alasan Merampas Wilayah Kami

13 Juni 2025 | Juni 13, 2025 WIB Last Updated 2025-06-13T14:42:01Z

 

Presiden Mahasiswa STAI Tgk Chik Pante Kulu Banda Aceh, Salman Farasi.ist


Banda Aceh – Polemik Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, yang memindahkan administratif empat pulau dari Aceh Singkil ke wilayah Sumatera Utara, menuai reaksi keras dari masyarakat Aceh. Salah satu suara paling lantang datang dari Presiden Mahasiswa STAI Tgk Chik Pante Kulu Banda Aceh, Salman Farasi.


Dalam keterangannya pada Jumat (13/6/2025), Salman menyebut bahwa keputusan pusat ini bukan hanya melanggar batas administratif, tapi juga merupakan upaya sistematis untuk menguasai wilayah yang kaya akan potensi migas dan sumber daya laut.


“Kami melihat ini bukan kebetulan. Empat pulau itu memiliki posisi strategis di laut lepas, dan memiliki potensi minyak dan gas bumi (migas) yang luar biasa. Jangan jadikan migas sebagai dalih untuk merampas wilayah kami!” tegasnya.


Pulau-pulau yang dimaksud adalah Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang, yang selama ini secara historis dan administratif berada di bawah wilayah Aceh Singkil. Salman menekankan bahwa Aceh memiliki dokumen sah dan bukti kuat bahwa keempat pulau tersebut adalah bagian dari Provinsi Aceh.


Ia mengecam sikap pemerintah pusat melalui Kemendagri yang justru menyarankan agar Pemerintah Aceh menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).


“Ini bukan hanya soal gugatan di meja hukum. Ini adalah soal harga diri Aceh, soal hak wilayah dan sumber daya yang telah diatur dalam MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA),” ujarnya.


Salman juga mengingatkan bahwa masyarakat Aceh, khususnya mahasiswa, tidak akan diam melihat kekayaan daerahnya diklaim oleh provinsi lain dengan dukungan pusat.


“Kalau Pemerintah Aceh tidak mampu menyelesaikan ini dengan tegas, maka rakyat akan turun tangan. Jangan salahkan rakyat jika mereka merasa harus merebut kembali yang dirampas,” ujarnya dengan nada tegas.


Pernyataan ini merespons wacana yang berkembang pasca pertemuan antara Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, dengan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, pada 4 Juni 2025. Dalam pertemuan itu, Bobby mengusulkan adanya skema pengelolaan sumber daya bersama atas keempat pulau tersebut.


“Kalau memang itu wilayah Aceh, mengapa harus ada pengelolaan bersama? Ini justru memperkuat dugaan bahwa ada kepentingan besar terhadap sumber daya migas di wilayah perbatasan tersebut,” tambah Salman.


Mahasiswa STAI Tgk Chik Pante Kulu, menurut Salman, telah melakukan koordinasi internal dan eksternal dengan berbagai elemen pergerakan mahasiswa Aceh untuk merespons kasus ini.


“Gerakan besar bisa saja lahir dari ketidakadilan ini. Kami tidak akan diam ketika tanah dan laut kami diambil begitu saja, apalagi demi kepentingan ekonomi elite,” pungkasnya.

×
Berita Terbaru Update